Jumat, 05 September 2008

Jaulah ke FLP Semarang

Oleh Afifah Afra
Selasa, 2 September 2008

Hari itu juga bertepatan dengan tanggal 2 Ramadhan. Memanfaatkan undangan dari Telkom, yang difasilitasi Toha Putera Learning Center, pasca membedah buku saya "And The Star is Me" di lantai 8 Gedung Telkom Semarang, siangnya saya langsung cabut ke kost Maria, pengurus FLP Semarang. Taksi blue bird yang saya naiki merambat, menaiki jalan menanjak di Gombel, lalu berbelok menuju Tembalang yang jalannya kian hari kian padat saja... tak sehening saat saya kuliah di sana dulu.

Karena bingung dengan alamat kost Maria (maklum, sudah 6 tahun lebih lulus kuliah), saya memilih turun di depan sebuah warnet, dan telp Maria. Tak sampai semenit, akhwat berjilbab rapi yang asli Chinesse (maksudnya peranakan China totok) itu datang dengan sepeda motornya. Ternyata kost Maria hanya berjarak sekitar 100 meteran. Di sana sudah menunggu Ali, Adisa dan Eri, elit FLP Semarang. Meski udara cukup panas, dan debu-debu beterbangan, kost Maria di Jatisari I cukup sejuk. Ali, dengan bacaan Qurannya yang bagus, melantunkan taujih Rabbani. Hm, kesan religius memang terbangun sangat kental di FLP Semarang. Bahkan untuk pertemuan 5 pasang mata pun tak lupa melantunkan ayat Al-Quran, salut deh!

Setelah tilawah, Adisa pun memberikan waktu untuk saya. Beberapa hal yang terkait dengan program FLP Jateng pun saya paparkan. Mulai dari perapian konsep kaderisasi, penertiban iuran (Semarang punya program 'kencleng FLP' sehari 100 rupiah), rencana pembuatan penerbit nirlaba Pelat Pulpen Publishing, hingga kewajiban membuat taman baca.
"Tempat taman bacanya dimana, Mbak?" tanya Maria, dengan logat Pemalangnya yang medok.
"Bisa dimana saja," jawab saya. "Di kost, atau bahkan bekerja sama dengan takmir masjid."
"Insya Allah tempat sudah ada, Mbak," ujar Ali. "Sebenarnya, masalah terberat kami adalah komitmen, FLP sering menjadi organisasi yang dianaktirikan."
"Iya mbak, FLP itu prioritas nomor 27!" ujar Maria, separuh bergurau.
Waduh! Lantas saya jelaskan, bahwa FLP bukanlah sebuah lembaga main-main. Saya bahkan mencontohkan, untuk fokus di FLP, saya melepas amanah saya di beberapa organisasi dakwah, termasuk menolak jabatan struktural di sebuah parpol Islam.
Memang, sesederhana apapun program, jika tidak dijalankan dengan serius, dengan fokus, hasilnya pasti acak-adut.

Tak terasa, sudah jam 3. Maria yang mengingatkan. Pertemuan yang sederhana namun mampu memicu motivasi untuk tetap komitmen di jalan dakwah bil kalam itu usai. Lega rasanya melihat ada kecerahan di wajah Ali, Adisa, Eri dan Maria. Sayangnya, ketika mengantar ke halte bus, sepeda motor Maria gembos.
"Maaf Mbak, sepedanya gembos," ujar Maria, seperti sangat bersalah. Aku pun tertawa lebar. Sembari kutepuk bahunya, aku pun menenangkan.
"Biar saya naik angkot saja, itu ada tempat tambal ban!"

Akhirnya, aku pun pulas tertidur di bus AC-ekonomi Taruna yang lambannya bukan maen... namun justru memberi kesempatan untuk beristirahat dengan leluasa.
See you next, Semarang!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar