Jumat, 14 Maret 2008

Ketika Joni Ariadinata Terkaget-kaget

Dari Launching Antologi Cerpen Jateng: ”Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf”

”Ya, terus terang saya terkaget-kaget melihat cerpen yang diajukan dalam kumcer ’Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf’,” Ujar Mas Joni di tengah tatapan sekitar 300 hadirin yang memadati Teather Arena, Taman Budaya Jateng, Surakarta, 9 Maret kemarin. Lelaki yang berhasil meraih predikat cerpenis terbaik kompas dengan cerpen yang berjudul ’Lampor’ itu kemudian menceritakan, bahwa sesungguhnya ia sudah mulai ’bosan’ dengan cerpen. Setelah menjadi redaktur majalah sastra Horizon, setiap hari setumpuk tinggi cerpen menggunung di meja kerjanya.

”Seorang redaktur harus bersifat ’kejam’ dan ’keji’, asal tidak ditambah ’munkar’,” ujarnya separuh bercanda, ”Karena hanya 3 cerpen saja yang dimuat, sedangkan yang mengirim ratusan, maka harus ada yang tersingkir. Maka, dengan hati remuk redam, saya pun menaruh ratusan, bahkan ribuan cerpen itu ke tong sampah, lalu saya injak dengan kaki agar tong sampahnya cukup...”

Ratusan peserta tergelak mendengar cerita sastrawan yang mengaku pernah menjadi tukang becak dan buruh bangunan sebelum menjadi penulis itu. Lantas, Mas Joni pun menjelaskan, bahwa selama ini, stereotipe tulisan-tulisan FLP adalah tulisan yang seragam, dakwah verbal, terlalu bersemangat dalam mendakwahi pembacanya, sehingga penulis pun terjebak dalam kotbah Jumat. Pasalnya, sastra itu memiliki frame tersendiri. Jadi, jika FLP mengaku sebagai komunitas yang bergelut dalam bidang sastra, seharusnya ia tidak memasukkan dakwah secara verbal seperti tengah berkotbah.

”Sastra adalah tafsir dari nilai-nilai yang kita yakini kebenarannya. Setiap sastrawan, pasti akan membela dan mendakwahkan apa yang diyakininya,” tegas Mas Joni. Ia pun melanjutkan bahwa ada penilaian bahwa tulisan-tulisan anggota FLP saat ini cenderung mengabaikan hal tersebut. Namun, ternyata, hal tersebut tidak terdapat pada 15 cerpen yang dimuat dalam antologi cerpen ’Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf (KAOMNY)’ yang ditulis oleh 15 cerpenis Jawa Tengah yaitu Izzatul Jannah, Muttaqwiati, Jazhimah al-Muhyi, Sakti Wibowo, Afifah Afra, Nassirun Purwokartun, M.N. Furqon, Riannawati, Aries Adenata, Deasylawati P, Sunarno, Nashita Zein, Kresna Pati, Prana Perdana dan Aveus Har.

”Oleh karena itu, saya terkaget-kaget,” ujar Mas Joni. ”Kaget membaca cerpen ’Sudah Mati’ dari Izzatul Jannah yang menggambarkan seorang malaikat yang mendengar di langit ada suara-suara berperang. Satu suara mengatakan, ’mati... mati... mati...,’ satu suara mengatakan ’hidup... hidup... hidup...’ Ini imajinasi yang luar biasa tentang peristiwa kematian mantan orang nomor satu di Indonesia ini. Saya tak menyangka, Izzatul Jannah ternyata bisa berimajinasi ’seliar’ ini!”

Senada dengan Mas Joni, Rahmadianti, redaktur Annida yang juga hadir dalam acara yang merupakan puncak rangkaian Muswil I FLP Jateng itu pun mengaku kagum dengan goresan 15 cerpen itu. ”Saya membaca cerpen ’Sudah Mati’ sampai 3 kali, dan saya masih saja merinding dibuatnya.”

Dipandu oleh Izzatul Jannah sebagai moderator, acara dialog itu berlangsung semarak. Para pengunjung yang sebagian besar pelajar SMA itu tampak antusias menyimak acara yang bisa dibilang jarang diselenggarakan di kota Solo itu. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan, dan dijawab dengan serius namun kocak oleh dua narasumber acara tersebut, yaitu Mas Joni dan Mbak Rahmadianti.

Usai acara, para pengunjung pun menyerbu narasumber, moderator dan para penulis buku KAOMNY yang sebagian besar berada di acara tersebut. Mudah saja bagi pengunjung, karena sebelum acara dialog dimulai, ke-15 cerpenis tersebut (minus yang berhalangan hadir, yakni Mas Sakti, Jazhimah dan Aveus Har), telah berparade membacakan penggalan cerpennya di bawah sorot lampu teather yang indah. Lumayan capek tampaknya, karena harus menandatangani 100 lebih buku KAOMNY. Ya, buku yang dicetak lux dengan harga bandrol Rp 25.000 itu memang dibagikan secara gratis kepada 100 pendaftar pertama, serta dijual dengan diskon 50% kepada pengunjung selanjutnya. Konon, itulah usaha pembumian sastra yang dilakukan oleh FLP Jateng—terutama kepada komunitas pelajar.

Tekor dong?

Ah, tidak! Banyak yang ikut menyokong pendanaan acara tersebut. Ada Taman Budaya Jateng sendiri, beberapa donatur, serta sponsor.

1 komentar: